The Behind Story of Mudik 2023
Ternyata benar ya apa yang dibilang orang-orang. Seringnya setiap hal atau apapun yang kita alami atau lakukan pertama kali, pasti jadi sesuatu yang sangat berkesan nan membekas dalam hidup kita. Entah itu mulai dari tempat pertama yang disinggahi, pertama kali memenangkan kompetisi, karya atau inovasi yang pertama kali berhasil diciptakan, dan berbagai hal lainnya. Begitu pun dengan pengalaman saya kali ini. Sebenarnya bukan pertama kalinya juga saya melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman. Berhubung orang tua saya juga sama-sama Perantau hehe jadi bisa punya pengalaman mudik. Tapi yang "istimewa" dari perjalanan mudik saya kali ini adalah ini pertama kalinya saya melakukan perjalanan mudik sendirian. Malah ini juga jadi perjalanan dengan tujuan yang dari provinsi bahkan pulau yang berbeda dari tempat saya merantau menuju kota yang menjadi kampung halaman saya. Sebenarnya enggak banyak cerita istimewa atau cerita menarik yang bisa saya bagikan lewat tulisan ini. Tapi begitu banyak pembelajaran yang menambah perspektif baru bagi diri saya, hal inilah yang membuat perjalanan mudik di tahun 2023 (selain karena pengalaman pertama mudik lintas pulau), menjadi pengalaman yang mengesankan sekaligus membekas bagi diri saya.
Hmmm, mungkin dari sini kali ya ceritanya. Sengaja pesan tiket dari jauh-jauh hari, kurang lebih 1 bulan sebelum hari H keberangkatan saya udah pesen tiket pesawat biar bisa balik kampung dengan harga tiket yang lumayan murah, maklum soalnya saya mahasiswa yang isi kantongnya pas-pasan hehe. Jadi ya mau ga mau harus war tiket dari jauh-jauh hari biar dapet harga tiket yang bisa saya jangkau. Alhamdulillah ternyata usaha tidak mengkhianati hasil. Qadarullah akhirnya dapet tiket dengan harga yang bisa dibilang lumayan murah bagi saya (karena ya murah mahal relatif balik lagi ke individu masing-masing hehe). Setelah mendapatkan tiket rasanya saya menjalani hari-hari dengan penuh semangat. Tapi enggak tau kenapa begitu mendekati hari H jadwal penerbangan, enggak tau kenapa rasa excited untuk pulang ke kampung halaman tiba-tiba begitu aja meluap. Entahlah, bisa jadi karena saya kepikiran dengan gimana nanti perjalanan saya sebelum berangkat ya. Terus juga mikir karena pergi sendiri jadi karena kecemasan tersebut yang menurunkan rasa antusiasme saya untuk mudik. Bahkan bisa-bisanya H min beberapa jam sebelum keberangkatan baru saya sibuk menyiapkan barang bawaan. Hadehh ini juga karena faktor kebiasaan jadi mahasiswa deadliners kali yak haha.
Nah waktu beres-beres barang bawaan nih, enggak tau kenapa tiba-tiba saya kepikiran untuk membawa beberapa novel atau buku untuk menjadi teman perjalanan mudik saya. Salah satunya adalah novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Padahal novel ini sudah saya beli dari akhir tahun 2022 lalu. Tapi karena tau latar belakang cerita novel ini yang mengangkat kisah atau peristiwa di era pembungkaman pada masa-masa orde baru, membuat saya merasa berat untuk memulai membacanya. Karena saya pikir bahasa yang digunakan dalam novel tersebut berat dan kaku. Tapi berhubung kemarin saya merasa sayang kalo novel tersebut tidak segera dibaca karena sudah dibeli, mumpung juga lagi masa liburan, saya pun memutuskan untuk momen libur lebaran ini dengan baik, dengan menikmati buku-buku yang menjadi bookmails di tahun kemarin.
Dan setelah berberes tibalah waktunya untuk pergi menuju bandara. Sebelum pergi juga enggak lupa saya berdoa minta sama Allah agar perjalanan menuju bandara ini dimudahkan. Setelah berbuka puasa, saya pun pergi ke bandara Soekarno-Hatta dengan menaiki kereta bandara dari Stasiun Manggarai menuju Stasiun Bandara Soetta. Karena berhubung jadwal penerbangan saya di pagi hari sekitar pukul 5 pagi, dan juga jadwal keberangkatan kereta bandara terakhir sekitar pukul setengah 8 malam, mau enggak mau saya harus bergegas di pukul itu. Kalo enggak bisa ribet nanti. Dan sekuat apapun manusia berencana kalau Allah enggak berkehendak ya belum tentu sesuai dengan kehendak kita. Dan begitu sampai di stasiun bandara Soetta, ternyata di jam saya sampai juga keberangkatan terakhir sky train yang mengantarkan penumpang dari stasiun menuju terminal bandara. Ya mau enggak mau saya harus menunggu kedatangan shuttle bus yang enggak jelas jam kedatangannya di malam hari (waktu itu sekitar jam 10 malam sih). Waktu di stasiun cuman saya sendiri sama bapak-bapak satpam yang ada di stasiun. Takut sih enggak, cuman saya bosan aja nungguin shuttle bus yang enggak tau kapan datengnya. Alhasil saya pun memutuskan untuk membaca novel Laut Bercerita untuk mengusir rasa bosan.
Dan alhamdulillah Allah Maha Baik. Setelah kurang lebih menunggu selama 30 menit, ternyata ada bapak-bapak pegawai stasiun yang kebetulan juga mau ke terminal. Atas arahan satpam diajaklah saya untuk pergi bareng bapak tersebut. Sepanjang perjalanan beliau bilang kalo shuttle bus di atas jam 10 malam enggak jelas dan lama juga datengnya. Terus dia nanyain aku turun di terminal berapa, dan akhirlah sampai di tempat tujuan. Alhamdulillah. Sambil nunggu dibuka check in tiket pesawat, saya pun melanjutkan bacaan saya tadi. Udahlah risau kepikiran nantinya gimana, terus ngeliat orang-orang yang berpergian ditemani orang-orang tersayangnya, makin membuat saya jadi cemas plus sedih juga huhu. Tapi untung aja ada novel Laut Bercerita, enggak cuman menghibur saya aja, tapi juga ngebantu saya buat terus terjaga. Maklum karena saya harus waspada juga dengan barang bawaan sendiri.
Kurang lebih menunggu selama satu setengah jam, sekitar pukul 12 dini hari terdengar pengumuman kalo penerbangan untuk kota yang aku tuju sudah bisa check in dan cetak boarding pass. Alhamdulillah ternyata jadwal check in lebih cepat dari yang aku perkirakan. Jadi enggak perlu repot-repot buat nenteng bawaan lagi deh hehe. Nah ini bagian part terserunya sih. Waktu nunggu antrean giliran diri ini untuk check in, aku dipertemukan juga dengan orang-orang yang sama juga perantau yang mau mudik ke kampung halaman. Ada Mbak Korin dari Cirebon yang balik ke Pekanbaru buat ziarah ke makam Ibunya di Pamingke (salah satu daerah di kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara), dan juga ada Nisa (Mahasiswa baru FKM UI yang balik ke Medan tepatnya ke daerah Lubukpakam). Sebenarnya juga ada Mas-mas, seumuran sama saya juga, katanya dia lagi kerja di UI dan mau balik ke Medan tepatnya ke Pangkalan Brandan. Ah sayangnya belum sempat kenalan, jadi enggak tahu siapa namanya. Ya, setidaknya bersyukur banget bisa denger cerita pengalamannya selama hidup di perantauan. Tapi lagi-lagi saya juga heran kenapa dalam setiap perjalanan saya selalu dipertemukan dengan orang-orang dari UI haha. Apakah karena semasa SMA saya enggak ngelirik UI kali ya, jadi buat saya sadar, "Ini loh di Indonesia ada kampus sekeren ini. Enggak cuman kampusnya, tengok orang-orang yang ada disini keren-keren kan". Haha semoga aja bisa dapet kesempatan untuk melanjutkan studi di kampus kuning ini, aamiin.
Setelah aku, Mba Korin, dan Nisa selesai check in, kami pun memutuskan untuk berkeliling sebentar sembari mencari minimarket. Lalu dilanjtukan dengan saling bertukar cerita sembari menunggu jadwal penerbangan. Siapa yang sangka ternyata kita juga sama-sama pertama kalinya berpergian sendirian jauh begini huhu. Dari sini kita sama-sama tau gimana rempongnya orang tua kita kalo lagi persiapan buat berpergian gini, gimana rasanya nyiapin ini-itu sendiri. Dan ini sih jadi bagian yang paling aku sorotin, ternyata kita semua juga sama-sama enggak kelihatan logat medannya haha. Sama seperti diriku, hidup nomaden berpindah dari satu kota ke kota lain membuat kami mengalami krisis identitas. Ya, ternyata i'm not alone wkwk. Enggak lama kemudian kami memutuskan untuk masuk ke gate atau pintu masuk ke tujuan kota kami masing-masing. Ah sayangnya kita semua ternyata berangkat di gate dan jam yang berbeda huhu. Tapi berhubung juga jadwal penerbanganku masih lama, aku memutuskan untuk duduk di gate Mba Korin yang berada di gate 1. Sedangkan aku dapat di gate 5 dan Nisa di gate 3 karena saling berdekatan jadi kami pun memutuskan untuk duduk dulu di gate 1. Karena juga jadwal penerbangan Mba Korin juga lebih awal. Kami pun bergantian tidur untuk saling bergantian menjaga bawaan masing-masing. Tapi berhubung aku enggak bisa tidur (entah karena faktor keseruan membaca cerita novel Laut Bercerita), aku pun menyuruh Nisa untuk tidur sejenak. "Enggak bisa tidur", begitu alasan yang kuberikan kepada Nisa.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu, kami pun harus berpisah karena jam sudah mendekati jadwal penerbangan kami masing. Mba Korrin di jam 4 pagi, Nisa di jam 4 lebih 45 menit dan aku di jam 5 pas. Dan ya mau enggak mau akhirnya kami harus berpisah. Setelah Mba Korin sudah berjalan menuju pesawatnya, aku dan Nisa pun memutuskan untuk berjalan ke gate masing-masing. Ah sayang sekali, padahal aku sama Nisa sama-sama pergi ke Medan tapi ternyata kita naik nomor pesawat yang berbeda. Mau enggak mau akhirnya begitu tiba di gate 3, kami pun saling mengucapkan perpisahan. Sedih banget harus berpisah dengan mereka. Tapi bersyukur banget bisa dipertemukan dengan mereka. Mba Korin dan Nisa semoga sehat selalu dan semoga kita bisa bertemu kembali ya.
Dan akhirnya jam pun menunjukkan jam 5. Tibalah juga saatnya untuk pesawat yang mengantarkan saya ke tempat tujuan untuk terbang. Sambil menunggu pesawat untuk lepas landas tak henti-hentinya saya berdoa memohon diberi keselamatan saat tiba di tempat tujuan. Dan ya, selama kurang lebih 2 jam 5 menit, akhirnya saya tiba juga di kota yang menjadi tempat kelahiran saya, yaps kota Medan. Sebenarnya juga masih belum sampai sih, soalnya bandara Kualanamu berada di daerah Deli Serdang. Jadi masih perlu melanjutkan perjalanan lagi ke kota Medan. Saya pun memilih untuk menaiki kereta bandara Kualanamu - Stasiun Medan Kota, karena saya penasaran bagaimana sistem per-kereta api-an di kota ini, sekaligus mau menikmati pemandangan selama perjalanan juga. Dan begitu sampai di stasiun Medan, saya pun memutuskan langsung memesan tiket kereta api Medan-Binjai yang ternyata jadwal keberangkatannya di jam 2 siang huhu. Ya lagi-lagi saya harus membiakan diri ini terdampar bersama novel Laut Bercerita lagi. Jujur aku baru ternyata sistemnya sekarang jadi lebih agak ribet ya. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya lupa buat minta ke Allah supaya perjalanan dari Medan ke Binjai dimudahkan juga. Entahlah mungkin karena saya pendatang yang belum tau transportasi ke bandara Soetta bagaimana. Terus juga karena saya tau gimana kalo mau ke Binjai dan mungkin karena ngerasa udah nyampe di Medan udah lega, jadi ya enggak terlalu pusing sama transportasi nanti kalo udah sampe di Medan gimana.
Setelah kurang lebih menunggu selama 2 jam, tiba juga akhirnya jam menunjukkan pukul 2 siang. Dan kurang lebih selama 30 menit, akhirnya sampai juga di kota yang menjadi tempat saya menghabiskan masa remaja saya, yaps Kota Binjai. Kalo dilihat-lihat ternyata enggak banyak terjadi perubahan di kota ini seperti yang saya bayangkan. Alhamdulillah, setidaknya saya masih bisa punya kesempatan untuk menghabiskan akhir ramadan dan menikmati momen lebaran bersama keluarga tercinta. Walaupun hanya sebentar setidaknya masih bisa menikmati kebersamaan ini. Dan ya, ini juga yang menjadi alasan saya untuk mudik kali ini. Padahal pas pertama kali merantau niat saya pulang ya tunggu selesai wisuda baru balik kampung haha. Tapi selagi bisa dan ada kesempatan pikir saya.
Dan tiba juga hari dimana saya harus balik ke perantauan dan mau enggak mau harus membiarkan diri ini kembali berjarak dengan keluarga tercinta. Ya beginilah kehidupan. Demi masa depan mau enggak mau mengorbankan banyak hal. ''Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan”, begitu bukan kata Sutan Syahrir hehe. Selama perjalanan balik menuju perantauan ini, dengan bertemakan lagi-lagu minang yang diputar oleh sopir shuttle bus yang saya naiki menuju bandara Kualanamu, saya memanfaatkannya untuk merenungi berbagai hal yang terjadi dalam hidup saya. Selain itu juga saya manfaatkan momen ini untuk merefleksi diri ini. Mengingat-ingat lagi tujuan yang ingin diri ini capai agar tidak salah langkah kedepannya. Tapi jujur saya suka kenapa ya supir bus ini, mulai dari yang perjalanan di daerah sekitar Sumut, Medan-Aceh, bahkan sampai ke Jakarta aja tetep lagu-lagu minang yang diputar. Kenapa bisa tahu, kebetulan waktu ke Pekanbaru saya pernah menaiki bus lintas provinsi dengan tujuan akhir kota Jakarta hehe. Tapi ya saya akui lagu-lagu minang memang enak didengar juga sih. Karena sopir bus inilah saya pun terinspirasi untuk membuat playlist yang berisikan kumpulan lagu-lagu minang (tetep ada lagu bataknya juga kok hehe) untuk membantu mengobati rasa rindu kalo lagi home sick. Bah, gimana enggak makin krisis identitas kalo begini ceritanya coba?! haha.
Perjalanan mudik di tahun 2023 ini menyadarkan saya bahwa ya ternyata kita bisa mendapat pelajaran dimana saja dan kapan saja. Enggak heran kenapa indeks prestasi mahasiswa cuman sampe 4, ya karena 96 nya bisa kita dapatkan di luar kelas atau perkuliahan, di jalanan misalnya. Ada banyak sekali pembelajaran di luar sana yang bisa kita dapatkan yang menambah wawasan dan pengalaman kita. Selain pembelajaran, cerita mudik di tahun 2023 ini membuka sudut pandang baru tentang Bandara bagi saya. Kebanyakan orang akan bilang tidak suka suasana di bandara karena disana menjadi saksi atas perpisahan dengan orang-orang tersayang. Tapi menurutku, ternyata bandara sangat istimewa. Setelah pertemuan dengan orang-orang selama perjalanan balik kampung, aku menyadari ternyata keberadaan bandara sangat istimewa. Di bandara kita bisa dipertemukan dengan orang-orang yang punya tujuan, entah itu tujuan untuk menggapai mimpi dan masa depannya, atau menjadi tempat tujuan untuk bertemu dengan orang-orang tersayang. Ya, bandara menjadi saksi dari berbagai ribuan harapan yang diucapkan dari seseorang untuk orang-orang tersayangnya. Bandara juga menjadi saksi atas ribuan langkah kaki orang-orang yang terpaksa mempertaruhkan berbagai hal yang ada dalam hidupnya. Ah rasanya sejak mudik kali ini saya mulai jatuh cinta dengan bandara. Tapi enggak tau juga kalo gimana kedepannya emak ikut mengantarkan saya ke bandara saat akan pergi kembali ke perantauan (fyi, saya enggak bakalan mau kalo emak mau nganter sampai ke bandara, takut semakin larut dalam kesedihan jadi makin panjang karena harus berpisah hehe), apakah rasa suka kepada bandara ini masih sama?! haha. Terlepas apapun itu, semoga masih bisa mendapat kesempatan lagi untuk pulang ke kampung halaman tercinta. Aamiin
Sai pajumpang muse Medan!!!
Comments
Post a Comment