Belajar Perencanaan Tata Kota Dari Film “Urbanized”
Film Urbanized adalah film dokumenter yang membahas masalah dan strategi dibalik desain perkotaan. Seperti yang dapat kita lihat dari film ini bahwa kota adalah tempat yang menjadi pusat pemerintahan, kegiatan ekonomi, dan kegiatan sosial. Dan hal menarik yang kita dapat dari kota ini kita juga bisa mewujudkan ide-ide yang kita miliki, kita rancang perlahan-lahan hingga akhirnya ide itu dapat terwujudkan karena kita tinggal di kota yang banyak menyediakan fasilitas dan kebutuhan kita. Karena itulah tak heran jika melihat betapa banyaknya orang yang memilih untuk merantau ke kota dan rela meninggalkan kampung halaman tercinta.
Satu fakta mengejutkan bahwa sepertiga jumlah penduduk yang memilih untuk merantau ke kota tinggal di daerah pemukiman kumuh. Mereka tinggal di tempat dimana tanpa air, tanpa saluran pembuangan, dan bahkan sanitasi yang cukup buruk. Sebenarnya tempat itu tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal. Tapi apa boleh buat, mereka sudah terlanjur merantau, dan lahan yang bisa dijadikan tempat tinggal pun sangat terbatas. Hal itulah, mau tidak mau membuat sebagian orang terpaksa memilih untuk tinggal di pemukiman kumuh. Seperti kota Mumbai, yang memiliki jumlah penduduk yang hampir sama dengan kota London. Sangat sedikit rumah penduduk kota Mumbai yang memiliki toilet, hal ini berarti bahwa sanitasi disana tidak cukup memadai.
Tak hanya soal pemukiman kumuh, kemacetan saat ini juga menjadi masalah global yang semakin meningkat. Terutama di daerah negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia. Sebenarnya banyak perencanaan untuk mengatasi permasalahan seperti kemacetan ini yang malah memperburuk keadaan. Misalnya mungkin bagi kita membuat jalan yang lebih besar atau membangun jalan layang, dapat menyelesaikan masalah kemacetan. Dan ternyata bukan itu solusi yang sebenarnya. Karena yang menciptakan kemacetan bukan hanya jumlah mobil, tapi jumlah perjalanan dan lamanya perjalanan juga berpengaruh dalam permasalahan lalu lintas. Jadi, semakin banyak infrastruktur jalan yang kita bangun, kemacetan lalu lintas akan semakin parah. Selain pemukiman kumuh dan kemacetan, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai, kurangnya ruang terbuka hijau, masih banyak lagi permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh Urban Design.
The planning and design of national capitals is inseparable from the political, economic, and social forces that sited them and moulded their development.[1] Untuk mewujudkan perencanaan dan tata kota yang ideal, tidak pernah terlepas dari kekuatan ekonomi, politik dan sosial dalam mewujudkan perencanaan tata kota tersebut agar dapat terealisasikan dengan baik. Contohnya dapat kita lihat di negara maju yang punya banyak kota ideal yang tertata dengan baik, karena memiliki kondisi ekonomi, sosial dan politik yang baik. Sebaliknya seperti di negara berkembang yang kondisi ekonominya sangat rendah, dapat ditemukan banyak pemukiman kumuh. Atau seperti di negara yang rawan konflik pemberontakan atau perang, tak lagi dapat menemukan ketenangan di kota atau daerah di negara tersebut.
Dapat kita lihat juga bahwa dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, banyak kota-kota yang disusun dan dirancang untuk pembangunan ekonomi. Memang itu tidak masalah. Tetapi banyak juga kota-kota yang mengabaikan kelayakan huni dan nyatanya itu masih terjadi sampai sekarang. Jika kita perhatikan orang-orang yang tinggal di kota metropolitan, sedikit sekali dari mereka yang mau beristirahat sebentar untuk menikmati pemandangan yang ada di kota. Apa yang bisa dinikmati jika pemandangan di kota hanya dipenuhi dengan gedung-gedung yang bertingkat tinggi dan besar, langit berwarna abu-abu dikarenakan kondisi lingkungan yang sudah tercemar.
Agaisnt the modernist design phylosophy of specialization, standardization, and mass production stands a set of principles rooted more in ecology than in mechanics. These are the principles of diversity, conservation, and human scale.[2] Dan sayangnya sangat sedikit sekali para Urban Design yang memperhatikan atau memikirkan dampak apa yang akan diterima dari perencanaan yang mereka buat. Seperti yang dapat kita lihat, begitu banyak daerah lahan terbuka hijau tetapi malah dialihfungsikan menjadi tempat perindustrian karena terbatasnya lahan yang tersedia. Hingga akhirnya timbul masalah baru seperti banjir, polusi udara, kurangnya air bersih dan berbagai masalah lainnya karena tidak memedulikan kondisi lingkungan sekitar. Lupa bahwa sebagai manusia kita juga hidup berdampingan dengan alam. Jika tidak menjaganya dengan baik-baik maka kita akan merasakan dampaknya.
Film ini mengajarkan saya dan kita semua bahwa dalam perencanaan tata kota ideal, perlu dipertimbangkan lagi berbagai aspek agar perencanaan kota ideal dapat terealisasikan dengan baik. Kita tidak bisa hanya ingin memajukan sektor perekonomian, tapi mengabaikan fasilitas kesehatan atau pendidikan yang kurang baik. Kita juga tidak bisa hanya terus meningkatkan kualitas pendidikan jika perekonomian dibiarkan tidak berkembang atau berjalan mundur. Karena untuk membangun dan mewujudkan kota yang ideal diperlukan kerja sama dan peran dari berbagai sektor. Selain itu, kita juga harus berhati-hati dan tetap menjaga kelestarian lingkungan agar alam tempat kita tinggal terus terjaga kelestariannya.
Salam Lestari🍃
DAFTAR PUSTAKA
Comments
Post a Comment